Tuesday, June 15, 2010

Konsumen mobil harus mengubah attitude mulai sekarang!


Penyelamatan terhadap lingkungan hidup hendaknya jangan hanya menjadi jargon-jargon yang manis di bibir atau hanya terpatri pada atribut-atribut ruang publik. Kampanye penyelamatan lingkungan hidup lewat pemakaian produk ramah lingkungan harus diikuti langkah nyata masyarakat agar Bumi lebih lestari dan makhluk yang menghuninya lebih nyaman tinggal.


Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan transportasi, kemajuan teknologi dan membengkaknya populasi, kebutuhan terhadap kendaraan bermotor juga meningkat. Hal tersebut berujung dengan meningkatnya konsumsi bahan bakar, emisi gas buang dan komponen-komponen turunan lainnya dari industri otomotif sehingga industri ini juga ikut berperan serta di dalam pencemaran lingkungan hidup. Sejumlah penghuni bumi telah mencanangkan kampanye penyelamatan karena memprihatinkan kondisi Bumi yang jika tidak segera di selamatkan, situasinya akan semakin kritis.

Mau tidak mau dan harus mau, manusia harus mengambil langkah dan kini produk-produk ramah lingkungan sedang menjadi trend setter untuk mencapai cita-cita di atas. Salah satu produk yang menjadi sasaran adalah produk kendaraan bermotor yang selama ini dituding juga ikut mencemarkan lingkungan hidup.

Pabrikan kendaraan bermotor sendiri sudah sejak jauh-jauh hari mencanangkan produk mobil ramah lingkungan atau di sebut sebagai mobil hijau; yakni kendaraan bermotor yang sejak proses pembuatan hingga hasil akhirnya bersahabat dengan lingkungan tidak seperti produk-produk pendahulunya. Dalam artian produk kendaraan bermotor yang irit dalam konsumsi bahan bakar, rendah emisi gas buang (CO2) dan mudah untuk didaur ulang dan bahkan telah dihasilkan sejumlah kendaraan bermotor bertenaga listrik yang diharapkan menjadi kendaraan masa depan.

Lahirnya mobil hijau
Sebetulnya konsep mobil ramah lingkungan sudah ada sejak lahirnya mobil berbahan bakar minyak. Tetapi karena mobil berbahan bakar minyak lebih murah ongkos produksinya, kemampuannya melebihi mobil listrik –mampu menempuh perjalanan lebih jauh dan kecepatannya lebih tinggi- pada akhirnya, mobil listrik mati secara efektif dalam beberapa dasawarsa. Mobil berbahan bakar minyak fosillah yang akhirnya populer.

Namun, isu tentang kendaraan bermotor ramah lingkungan atau disebut juga green motoring lahir kembali di akhir 1950-an di antaranya dengan munculnya mobil mini Vespa 400 yang merupakan satu-satunya mobil yang diproduksi oleh pabrikan sepeda motor. Vespa 400 diproduksi dari tahun 1956 sampai 1961 dengan volume penjualan lebih dari 28 ribu unit.
Vespa 400, sebagai cikal bakal mobil ramah lingkungan tahun 1950-an.

Tak lama kemudian muncul Messerschmitt KR200 yang dibuat antara tahun 1957 dan 1964 yang dilengkapi dengan mesin satu silinder 2 Tak. Beberapa mobil bermesin kecil juga populer di tahun 1960-an di antaranya Healey Sprite dan mobil Electrovan yang diperkenalkan oleh pabrikan General Motors tahun 1966.
Messerschmitt KR200 atau Kabinenroller (Cabin Scooter) adalah mobil balon tiga roda yang didesain engineer pesawat terbang Fritz Fend dan diproduksi di pabrik produsen pesawat terbang Jerman Messerschmitt dari tahun 1955 sampai 1964

Electrovan adalah mobil fuel cell hydrogen pertama di dunia. Meski fuel cell sudah ditemukan sejak awal 1800-an, General Motors menjadi pabrikan mobil di dunia yang menggunakan fuel cell untuk menggerakkan mobil.

Kampanye tentang pemakaian mobil ramah lingkungan semakin menguat ketika terjadi krisis minyak tahun 1973 yang mendorong munculnya ide bahan bakar alternatif. Mobil listrik kembali mencuri perhatian. Beberapa brand muncul dan dikenal selama tahun 1970-an di antaranya Electraction Tropicana (1977) dan Zagato Zele yang mengubah reputasi pabrikan karena memproduksi mobil ringan dan indah dengan desain persegi dan moncong agak tinggi. Tapi lagi-lagi karena kemampuannya terbatas dan mobil berbahan bakar minyak lebih maju pesat, mobil listrik gagal mencuri perhatian mainstream.
Electraction buatan mantan desainer Ford Roy Haynes membuat kagum pameran mobil di London, UK dan Chicago.

Pada tahun 1980-an, beragam usaha untuk mengembangkan mobil hijau mencapai titik puncak yang baru. Contohnya di Swiss, diselenggarakan balapan mobil bertenaga surya yang diselenggarakan setiap tahun dan diberi nama Tour de Sol. Balapan itu diselenggarakan dari tahun 1985 dan berakhir tahun 1995. Tahun 1991, BMW menciptakan mobil konsep bertenaga baterei yang diberi nama E1. Di akhir tahun yang sama, Citroen memproduksi mobil listrik diberi nama Citroen Citela yang memiliki kecepatan maksimal 115km/jam dan dianggap sebagai mobil masa depan, namun pengembangannya mandek karena tidak ada dukungan dari perusahaan-perusahaan listrik.
juara Tour de Sol 1995 dari Amerika Serikat

Sejak itu bermunculan mobil-mobil konsep masa depan yang sangat hijau di antaranya Fiat Downtown dan Peugeot 106 Electric. Pabrikan Amerika Serikat, General Motors, juga memperkenalkan mobil listrik pertamanya, EV1, dari tahun 1996 – 1999.
Peugeot 106 adalah mobil supermini buatan Peugeot dari tahun 1991 sampai 2003. Juga merupakan salah satu mobil listrik paling pertama yang laris di pasar

Mobil ramah lingkungan EV1 dari General Motors Kelas Electric subcompact car Body style 2-seat, 2-door coupé Layout FF layout Mesin 3-phase AC induction electric motor with IGBT power inverter

Jeroan GM EV1

Industri otomotif mulai semakin serius mengembangkan mobil-mobil masa depan yang ramah lingkungan ketika isu tentang global warming (pemanasan global) mengemuka dan industri otomotif adalah salah satu industri yang dituding sebagai pihak yang ikut menyumbang pencemaran lingkungan hidup. Industri otomotif pun mengambil sikap karena pelestarian lingkungan hidup adalah langkah urgent yang harus didukung oleh semua pihak, dan seluruh industri di muka bumi ini berkepentingan dengan kondisi Bumi yang lebih hijau.

Memasuki millennium yang baru, konsep mobil hijau telah meluas dengan tingkat ekspansi yang sangat tinggi. Mobil hijau tidak lagi divisikan sebagai kendaraan masa depan, tetapi sudah diubah arahnya sebagai mobil yang sesuai dengan kebutuhan masa kini. Hal ini berkat ekspansi mobil hybrid, yang secara efektif mempertipis celah antara mobil listrik dengan mobil konvensional. Dengan mengkombinasikan sistem penyimpanan energi rechargeable dengan tenaga bahan bakar, mobil jadi lebih ekonimis dan ramah terhadap lingkungan dibandingkan mobil berbahan bakar minyak fosil murni.

Model-model mobil hybrid yang populer di antaranya Toyota Camry yang pernah dinobatkan sebagai mobil passenger terlaris di Amerika dan Toyota Prius yang dinobatkan sebagai mobil hybrid pertama yang diproduksi secara massal dan tahun 2007 menjadi mobil hybrid terlaris di dunia. Konsep Prius bahkan diperkenalkan pada mobil-mobil yang berbodi lebih bongsor seperti Lexus RX400h.

Mobil-mobil bertenaga hydrogen pun muncul tahun 2006 lewat BMW Seri 7, sedangkan Ford memperkenalkan Airstream tahun 2007 dengan baterei lithium.
Diproduksi oleh Toyota, Prius dijual pertama kali di Jepang pada 1997. Diperkenalkan ke pasaran dunia tahun 2000 dan hampir 160.000 unit telah diproduksi untuk dipasarkan di Jepang, Eropa, dan Amerika Utara pada akhir 2003.

Political will dunia untuk membuat bumi lebih hijau
Dari sisi politik sendiri, sebanyak 140 negara di dunia telah meratifikasi Protokol Kyoto, yakni sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global di mana negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya. Indonesia adalah negara ke-124 yang meratifikasi Protokol Kyoto yang diresmikan pengesahannya melalui UU No 17 tahun 2004, tanggal 28 Juli 2004 tentang Ratifikasi Protokol Kyoto. Indonesia juga menjadi salah satu negara pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari KTT ke-15 Perubahan Iklim dari United Nation for Climate Change Conference di Kopenhagen, Denmark di mana Indonesia menargetkan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dengan berbagai program mitigasi.

Dari alinea di atas terlihat bahwa Indonesia ikut berkomitmen untuk mengurangi efek rumah kaca dan mengurangi polutan-polutan yang membahayakan lingkungan hidup dengan sejumlah langkah yang disepakati bersama oleh berbagai negara lainnya. Menurut sumber International Energy Agency (IEA), bahwa sumbangsih terbesar CO2, adalah dari dunia produksi energi gas bumi sebesar 42, 6 %, dari transportasi sebesar 24 %, industri manufaktur dan konstruksi sebesar 18,5 %, pusat perumahan dan perbelanjaan sebesar 8 % dan lain-lain sebesar 5 %. Jika hal ini terus dibiarkan tanpa langkah-langkah pencegahan yang ketat, kondisinya akan semakin mengkhawatirkan.
Buatlah bumi lebih hijau dan lestari untuk generasi penerus

Koordinator Forum Keselamatan Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Heru Sutomo seperti dikutip oleh detik.com mengatakan bahwa populasi kendaraan bermotor di Indonesia tahun 2009 diperkirakan naik menjadi 56 juta unit, dari 50 juta unit tahun 2008. Sedangkan Ririn Sefsani dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Majalah Mobilmotor akhir 2009 mengatakan bahwa pertumbuhan kendaraan di jalan-jalan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi naik menjadi 9,9 juta perjalanan/jam/hari, tahun 2020 diperkirakan naik menjadi 13 juta perjalanan/jam/hari dan jika hal tersebut tidak dikendalikan, bisa dibayangkan bagaimana pencemaran udara di Jabodetabek pada khususnya.

Mobil hijau untuk Indonesia

Jika mobil hijau untuk ukuran Indonesia adalah mobil listrik, pasar akan sangat kesulitan menerimanya. Di Eropa, dengan sejumlah regulasi yang mengatur, teknologi mobil lebih maju ketimbang Indonesia. Jangan jauh-jauh ke Eropa, Negara Singapura telah sejak lama memberlakukan pelarangan mobil berusia di atas 5 tahun berkeliaran di jalan-jalan di Negara kecil itu.

Seperti ditulis www.vivanews.com, di Inggris, pemerintah negara kerajaan itu membebaskan pajak kepada warganya yang memakai mobil dengan gas buang karbondioksida (Co2) lebih kecil dari 130gr/km. Pajak kendaraan di negara itu dimulai dari yang terendah 110 pound (sekitar Rp 1,5 juta) untuk gas buang 131 – 140 gr/km sampai yang tertinggi 950 pound (Rp 13 juta) untuk kendaraan yang emisinya lebih besar dari 255 gr/km.

Manager Marketing Communication Toyota Astra Motor (TAM) Achmad Rizal mengatakan bahwa kondisi di Indonesia memang tak bisa disamakan dengan dengan kondisi di Eropa atau Singapura karena banyak faktor pembeda. Tapi, katanya, kebutuhan terhadap kendaraan bermotor yang ramah lingkungan untuk saat ini adalah kondisi yang sangat urgent karena kondisi Bumi membutuhkannya. Menurutnya, kebutuhan manusia akan kualitas lingkungan hidup yang baik telah mendorong tumbuhnya kesadaran akan mobil hijau dan arus kesadaran itu tak akan bisa dibendung.
Achmad Rizal, manager marketing communication PT Toyota Astra Motor, ATPM Toyota di Indonesia (Foto: www.asco.co.id)

Menurutnya, seluruh mobil-mobil Toyota yang telah memakai mesin EFI dan VVTi sudah memenuhi persyaratan sebagai mobil ramah lingkungan mulai dari Toyota Avanza, Toyota Kijang Innova, Altis dan lain-lain. Bahkan, katanya, komitmen Toyota itu terlihat dengan memproduksi mobil ramah lingkungan secara massal, yaitu Toyota Prius.

Ia menambahkan, tujuan akhir dari teknologi mobil hijau adalah mobil dengan zero emission dan dunia pada saat ini sedang mengarah ke sana melalui sejumlah tahapan. “Pihak pabrikan sebetulnya siap jika memang diminta memproduksi mobil zero emission untuk pasar Indonesia, tetapi untuk mewujudkan hal tersebut sehingga mobil diterima oleh pasar tentunya harus didukung oleh fasilitas penunjangnya. Nah yang ini agak sulitnya.”

Sebagai pelaku industri otomotif, Rizal melihat bahwa kesadaran konsumen mobil di Indonesia terhadap produk kendaraan yang ramah lingkungan memang masih rendah. “Sebetulnya, untuk menuju tahap kesadaran ‘hijau’ menurut saya harus diawali dari attitude masyarakat yang sadar lingkungan. Tapi di masyarakat kita hal itu belum tertanam mendalam. Misalnya dari hal yang kecil, buang sampah masih sembarangan dan cara mengemudi di jalan yang tidak masuk kategori green driving. Tingkat kesadarannya masih rendah.”

Tapi mungkin cara berpikir masyarakat Indonesia tidak harus disalahkan juga. Mobil yang ramah lingkungan selalu identik dengan harga yang mahal, biaya perawatan yang tinggi dan akhirnya purna jual yang tidak sesuai harapan alias jatuh. Apalagi banyak kalangan yang menilai bahwa global warming adalah akal-akalan negara-negara maju untuk mengelabui negara berkembang agar mau mengikuti kehendaknya untuk mencaplok kepentingan ekonomi negara berkembang/miskin. Akhirnya negara berkembang/miskin harus menanggung dampak ekonomis yang ditimbulkan negara maju. Masyarakat menilai toh munculnya global warming juga disebabkan perilaku industri negara-negara maju, tapi yang menanggung akibatnya negara berkembang/miskin.

Menurut saya, jika masyarakat Indonesia berpikir mobil ramah lingkungan lebih mahal memang tidak salah, fakta berbicara seperti itu. Nah, untuk mempromosikan pemakaian mobil ramah lingkungan, pemerintah harus memberikan dukungan keringanan pajak kepada mobil-mobil yang ramah lingkungan, seperti yang misalnya yang diberlakukan oleh pemerintah Inggris. Atau mobil yang ramah lingkungan tidak termasuk dalam pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sehingga mendorong masyarakat untuk menyerbu membeli mobil-mobil yang masuk di dalam kategori tersebut. Nah Tinggal di masukkan saja kategori-kategori mobil apa saja yang masuk mobil ramah lingkungan.
(Foto: antaranews.com)

Pemerintah pada saat ini juga harus mendesak para pemilik mobil untuk tidak lagi memakai bahan bakar Premium yang notabene memang disubsidi oleh pemerintah untuk angkutan umum. Mereka diharuskan memakai bahan bakar dengan kadar RON 92 alias mengkonsumsi Pertamax untuk mengejar kualitas udara yang lebih baik khususnya di daerah perkotaan. Dan pemerintah harus mengkampanyekan lewat cara yang lebih tegas untuk menegakkan disiplin berlalu-lintas yang dibarengi dengan penataan infrastruktur jalanan dan juga menyediakan transportasi umum secara massal, aman, nyaman dan murah.
Angkutan umum di Jakarta kabarnya tak pernah mengalami peremajaan selama 10 tahun terakhir. Sebetulnya kalau ada keinginan, semua bisa cepat bisa diatasi.

Busway ikut sedikit mengurai kemacetan di Jakarta, tapi busway saja belum cukup. Proyek monorail sampai sekarang belum terwujud, pemerintah daerah harus memiliki tekad dan terobosan menyediakan angkutan umum yang aman, nyaman, terjangkau dan cepat.

Sekarang ini, masyarakat harus memiliki ‘cara berpikir hijau’ di dalam dunia otomotif. Kondisi dunia yang terus berubah menuntut penghuninya juga untuk berubah. Jika masyarakat pemakai kendaraan bermotor tidak mendukung kampanye penyelamatan bumi, kelangsungan hidup umat manusia dan makhluk lainnya terancam dan berarti kita mempercepat kematian.

Jadi menurut saya, mobil hijau di Indonesia sekarang ini bukanlah mobil zero emission atau mobil listrik. Melainkan mobil yang sangat hemat konsumsi bahan bakarnya, emisi karbondioksidanya rendah dan memakai banyak komponen yang mudah untuk didaur ulang. Kendaraan bermotor tenaga listrik adalah salah satu tujuan tertinggi mobil ramah ramah lingkungan, tapi mulai sekarang masyarakat hendaklah membeli kendaraan bermotor yang ramah lingkungan sesuai kriteria tadi. Bumi sekarang ini ada di tangan Anda, kalau bukan kita yang menjaganya, siapa lagi?
(Eka Zulkarnain, wartawan F1 Racing)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...