Insiden team order di Grand Prix Jerman di Hockenheim beberapa waktu lalu, membuka luka lama fans Formula 1. Fans motorsport merasa ditipu!
(Steward FIA menyatakan Ferrari telah melanggar Pasal 39.1 Regulasi Olahraga dan didenda US$ 100ribu)
Insiden Felipe Massa yang mengalah kepada Fernando Alonso atas perintah tim Ferrari sehingga memberikan kemenangan GP Jerman kepada Alonso, memicu pendapat pro dan kontra di kalangan fans. Kelompok pro menilai team order sah-sah saja karena team order adalah tindakan logis dan strategi normal, sedangkan yang kontra menganggap team order adalah tindakan semborono dan tidak penting yang mengecewakan publik dan yang lebih penting lagi mengecewakan serta merugikan pembalap yang jadi korban.
Felipe Massa adalah pembalap dan dia mempertaruhkan reputasi dan nyawa di sirkuit untuk memenangi balapan dan menjadi juara dunia, bukan untuk dikorbankan. Kita bisa melihat bagaimana raut wajah Massa pada saat naik podium maupun konferensi pers. Saya sendiri pro pada pendirian kelompok terakhir, apalagi team order (pesanan tim) itu dilakukan secara kasar seperti yang dilakukan tim Ferrari terhadap Massa di Hockenheim.
(Ketika naik podium dan hanya finis kedua -setelah mengalah- Felipe Massa terlihat terpukul)
Tapi tentu saja pendapat itu dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Fans Ferrari dan Alonso tentunya akan mendukung team order karena fans memiliki keterikatan batiniah yang sulit dilukiskan dengan tim serta pembalap yang dijagokan. Bukan begitu?
Di dalam sejarah motorsport terutama F1, team order pernah legal dan bagian dari riwayat balapan itu sendiri serta ikut menumbuhkan olahraga ini. Bahkan pada tahun-tahun awal Kejuaraan Dunia F1, seorang pembalap dilegalkan memberikan mobilnya pada saat balapan kepada pembalap satu tim yang memimpin balapan jika mobilnya rusak. Contohnya pada Grand Prix Inggris 1957 di mana balapan dimenangkan oleh Stirling Moss dan Tony Brooks yang sharing mobil Vanwall saat balapan.
(Team order sudah menjadi warisan tak terpisahkan dari sejarah F1. Seperti ketika Moss bertukar mobil dengan Brooks 1957)
Team order umumnya dilakukan jika seorang pembalap berada di posisi belakang pada sebuah grand prix, tapi ia memimpin klasemen sementara. Tim kemudian menginstruksikan para pembalapnya untuk bertukar posisi sehingga poin klasemen bisa jatuh ke pembalap yang posisinya diuntungkan. Atau team order dikeluarkan jika ada salah satu pembalap berpotensi besar menjadi juara. Team order dikeluarkan untuk mencegah pembalap berkompetisi satu sama lain sehingga bisa mencelakakan atau untuk menghemat bahan bakar serta mengurangi peluang terjadinya kerusakan mekanis. Misalnya ketika Ralf Schumacher diperintahkan untuk tidak menyalip Damon Hill di GP Belgia 1998 agar Jordan mendapatkan finis satu dan dua.
(Damon Hill -kanan- dan Ralf Schumacher -kiri- ketika di Jordan)
Pada akhir 1990-an, team order mulai menjadi sorotan media dan publik. Mereka menyuarakan sikap anti instruksi tim yang bisa mempengaruhi jalannya balapan, sikap itu khususnya disampaikan sehabis GP Eropa 1997 di Jerez, Spanyol dan GP Australia 1998. Namun Puncak dari kemuakan publik adalah pada GP Austria 2002 ketika secara kasar Ferrari memerintahkan Rubens Barrichello agar memberi jalan kepada Michael Schumacher agar sang pembalap asal Jerman itu menjadi juara dunia. Perintah dikeluarkan ketika Rubens Barrichello sudah berada di trek lurus depan pitlane dan akan menyambut kibasan chequered flag. Yang parah lagi adalah pada GP Amerika Serikat di tahun yang sama ketika duo pembalap Ferrari dicurigai memanipulasi hasil balapan dengan mengubah posisi beberapa meter sebelum finis sehingga Barrichello memenangi balapan dengan rekor selisih waktu terkecil dalam sejarah F1, 0,011 detik. Meski Schumi mendominasi GP AS, publik menduga ia memberikan kemenangan itu kepada Barrichello sebagai balasan atas apa yang Rubens Barrichello lakukan di Austria.
(Inilah puncak kemuakan publik atas peran yang dilakukan Michael Schumacher terhadap Rubens Barrichello)
(Inilah team order itu di Austrian grand prix 2002)
Memang ada perbedaan relatif antara Austria 2002 dengan Jerman 2010. Schummy di musim 2002 sedang memimpin klasemen, sedangkan Alonso di 2010 ingin mempertipis selisih poin. Bagi saya, team order tetap team order dan itu menodai balapan. Jika berbagai alasan pembenaran itu diiyakan, fans –yang menjadi alasan kenapa balapan F1 itu ada- akan meninggalkan F1. Jangankan team order, gara-gara minim overtaking saja fans teriak. Apakah F1 mau jika nantinya dibilang; “F1 bukan olahraga, tapi sampah!” Artinya, imej F1 akan rusak dan muaranya akan ditinggalkan oleh penonton.
(fans dan penonton Formula 1 adalah segalanya. Tanpa mereka, F1 tak ada artinya. Emangnya yang mau nonton jin?)
Meski balapan F1 adalah permainan olahraga tim, namun sebagai layaknya olahraga ia harus menjunjung nilai sportifitas. Daripada ditinggalkan oleh penonton karena mereka merasa ditipu, lebih baik FIA tetap mengilegalkan team order agar balapan menjadi semakin menarik dan agar arti kompetisi di dalam maupun di luar trek tetap terjaga.
(Eka Zulkarnain, wartawan F1 Racing dan fans motorsport)
No comments:
Post a Comment